APH Diminta Cek Kondisi Pura Ibu Panti Dukuh di Bualu Terkesan Asal-Asalan Diduga dari Material Bekas

 


BADUNG - Bantuan Dana Hibah dari Pemkab Badung kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat Kabupaten Badung itu sendiri.


Pasalnya, Dana Hibah yang  diperuntukkan untuk pembangunan salah satu pura di Bualu justru bermasalah, lantaran patung dan bangunan pura terkesan dikerjakan asal-asalan, bahkan ada berasal dari material bekas.


Sesuai prosedur, Dana Hibah ini adalah Uang Rakyat bersumber  dari Pajak yang kemudian dikelola oleh Pemkab Badung.


 Kemudian, bantuan Dana Hibah ini diajukan oleh warga Kabupaten Badung itu sendiri, yang digunakan buat kepentingan rakyat melalui tahapan pembangunan pura.


Hal tersebut mendasari warga Pengempon Pura Ibu Panti Dukuh di Desa Adat Bualu, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung mengajukan proposal, yang kemudian dibuatkan Surat Perjanjian Kontrak Kerja antara I Wayan Gatra selaku Ketua Pura Ibu Panti Dukuh di Bualu dengan Wayan Arta sebagai Pemborong Kerja.


Disebutkan, Kontrak Kerja ini  bertujuan agar pekerjaan yang diselesaikan sesuai dengan Gambar Rencana Kerja dan Spesifikasi bahan yang telah disepakati, sehingga hasil pekerjaan  sesuai dengan yang diharapkan.


Sementara itu, Pemborong Kerja bertanggung jawab terhadap penyediaan bahan, tenaga kerja, peralatan dan sarana pendukung lainnya yang dibutuhkan selama pelaksanaan pembangunan pura.



Tak hanya itu, jangka waktu pelaksanaan  pekerjaan harus diselesaikan dengan baik, selambat-lambatnya selama 300 hari kalender, terhitung mulai ditandatangani Surat Perjanjian Kontrak Kerja, yaitu 26 Oktober 2023 hingga 26 Agustus 2024.


Setelah dibuatkan proposal, datanglah Tim Verifikasi, lalu dicek ke lapangan dan disetujui, yang akhirnya Dana Hibah cair senilai Rp 2 milyar ditransfer  langsung masuk ke rekening panitia.


Setelah dana masuk Rp 2 milyar, justru ditemukan dana berupa Down Payment (DP) senilai Rp 700 juta tertanggal 26 Oktober  2023 atau 35 persen dari total Borongan Kerja, yang langsung diambil dari rekening panitia dan diserahkan ke pihak pemborong atau kontraktor berinisial WA, dengan dalih pekerjaan tahap pertama dari  proyek pembangunan yang seharusnya  dikerjakan sesuai spesifikasi dan gambar didalam isi proposal tersebut.


"Ternyata, dalam prakteknya tidak sesuai dengan spesifikasi dan bahan lama dipakai lagi, sehingga menjadi pakrimik/ topik pembicaraan  utama warga," keluh salah seorang warga Pengempon Pura Ibu Panti Dukuh  di Bualu.


Anehnya lagi, warga tidak diperbolehkan mengetahui tahapan kerja pembangunan Pura, lantaran semua pekerjaan pembangunan sudah diserahkan ke pihak pemborong lengkap berisi Tim Pengawas dan Kode Etik. 


Padahal, warga Badung penerima Dana Hibah berhak mengetahui rincian Dana Hibah yang diperoleh sesuai peruntukannya.


"Dapat Rp 2 milyar, tapi uang Rp 15 juta tetap berjalan, sampai penyerahan hasil laporan malah minus Rp 140 juta. Itu malah jadi pakrimik/ bahan pembicaraan Krama, karena pengerjaan juga  tidak sesuai spesifikasi," kata salah seorang warga Bualu.


Oleh karena itu, warga Pengempon Pura di Bualu berharap, anggaran Dana Hibah senilai Rp 2 milyar itu dikerjakan sesuai dengan RAB yang telah ada didalam proposal.


Anehnya lagi, pekerjaan  Pembangunan Pura diduga tidak sesuai dengan rencana kerja semula, lantaran ada dua bangunan Pelinggih yang masuk di proposal, tetapi tidak dikerjakan oleh pihak pemborong, tapi justru dibiayai swadaya oleh warga Pengempon Pura sendiri.



"Pokoknya proposal dapat segitu, jangan banyak tanya dan komentar, juga itu berkat minta Dana Hibah. Jadi, kami tidak bisa komentar dan berbuat apa-apa," urainya.


Sesuai isi proposal, lanjutnya terdapat 19 bangunan Pelinggih yang  semestinya wajib dikerjakan. Namun, hanya 2 bangunan Pelinggih yang disebut  Perhyangan dan Taksu tidak dikerjakan, sehingga hanya 17 Pelinggih saja yang dikerjakan oleh pihak pemborong.


Tak hanya itu, lanjutnya seluruh bangunan dari masing-masing bangunan Pelinggih dengan harga fantastis, yang terkesan tidak sesuai spesifikasi.


"Di proposal ada Pelinggih Perhyangan dengan nilai Rp 76.506.090,- dan juga Pelinggih Taksu senilai Rp 68.082.640,- itu tidak dikerjakan pemborong malah dibiayai swadaya  warga," ungkapnya.


Menyikapi hal tersebut, pihaknya berharap siapapun yang berkaitan dengan tahapan pembangunan Pura di Bualu berkenan segera mengecek ke lapangan.


"Pihak berwenang, Polisi dan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya agar mengecek dan langsung  turun ke lapangan. Jadi, Dana Hibah jika tidak dikelola dengan baik dan benar bisa menjadi musibah. Siapapun pejabatnya yang tidak benar bisa rebah," tutupnya. (red/tim).



0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama